Minggu, 23 September 2012

FILSAFAT MATEMATIKA


FILSAFAT MATEMATIKA
Oleh : MUHAMMAD SUHADAK,S.Pd

Karakteristik filsafat adalah berfikir kritis dan berfikir sampai keakar – akarnya ( radiks ). Karakteristik ini menyebabkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan matematika pada khususnya berkembang dengan pesat. Teori yang baru dan pengembangan teori yang sudah ada adalah salah satu bentuk hasil dari berfilsafat. Berfilsafat tidak akan percaya dengan begitu saja dengan pendapat atau teori yang berkembang karena itu identik dengan percaya pada mitos. Ketidakpercayaan pada mitos mengakibatkan muncul rasa ingin tahu ( curiosity ) melalui penyelidikan dan penelaaan secara ilmiah. Hasilnya timbul teori ( pendapat ) yang membantah teori ( pendapat ) sebelumnya. Bantahan ini tidak hanya berarti meniadakan teori ( pendapat ) sebelumnya tetapi bisa mengembangkan bahkan membangun paradigma yang baru.
Paradigma seperti di atas juga berkorelasi dengan perkembangan matematika, Ketika Euclid melakukan suatu revolusi dalam bidang geometri dengan bukunya 13 jilid Elemen, maka matematika akan mandeg sampai disini jika karakteristik berfilsafat (sifat kritis dan rasa curiosity ) tidak menjadi pola pikir ahli matematika. Berabad – abad buku elemen ini menjadi rujukan ( pedoman ) dalam matematika, hingga pada tahun 1950 timbul pemikiran yang menyangkal atau membantah salah satu postulatnya. Postulat tersebut adalah dua garis lurus dipotong garis lurus lainnya sehingga sudut sepihak 1800 maka garis tersebut sejajar. Postulat ini bertentang dengan kenyataan pada garis bujur dan garis lintang di katulistiwa. Meskipun disangkal atau dibantah bukan berarti geometri Euclid tidak benar, karena Euclid ini tetap benar jika semestanya bidang tidak ruang. Hasil dari bantahan tersebut muncullah geomatri modern ( non Euclid ) diantaranya : hiperbola, ellips dst . Geomteri Euclid juga kontradiksi dengan toeri kenal dari Gestald yang merupakan konsep dari matematika. Geomatri Euclid memulai dengan aksioma dan definsi unsur ( khusus ) lalu dari yang unsur tersebut digunakan untuk mempelajari yang lebih umum ( induksi ). Ini berbeda dengan konsep matematika ( teori Gestald ) yang mempelajari dari yang umum ke hal yang khusus ( deduksi )
Persoalan besar dalam berfilsafat matematika hingga kini adalah pertentangan tentang letak obyek matematika apakah di dalam atau diluar pikiran. Aliran yang beranggapan bahwa matematika berada di dalam pikiran terinsipirasi pendapat Plato sedang yang berada diluar pikiran terinspirasi pendapat Aristoteles. Matematika Plato adalah Pure Mathematic membentuk aliran rasionalisme. Aliran ini menjadi trade mark dari pendidikan matematika di Indonesia dewasa ini. Aliran ini yang menyatakan tiada pengetahuan tanpa rasio, semua obyek matematika tetap, absolut dan ideal. Penganut aliran ini diantaranya Rene Descartes ( Skeptisme ) yang meragukan segala hal.Antitesis dari rasionalisme adalah empirisme yang merujuk pada pendapat Aristoteles yang beranggapan obyek matematika berada di luar pikiran. Ini berdasar pada kenyataan bahwa ada matematika yang diperoleh di pengalaman, seperti matemtika di era Babylonia, Mesopotamia dan Mesir. Eempirisme ini berdasar pada pendapat Heraklitos. Penganut empirisme diantaranya : Diphontium dan Barkeley dengan empirisme ekstrimnya. Kedua aliran tersebut disintesa oleh Imanuel Kant menjadi suatu ilmu yaitu Sintesis Apriori. Menurut Kant Ilmu itu adalah sintesa rasio ( apriori ) yang bersifat analitik dan empiris ( aposteriori ) yang bersifat sintetik.
Pertanyaan :
1. Apakah para filsuf yang berpedoman pada matematika atau matematikawan yang berfilsafat ?
2. Apa kelemahan dari teori himpunan dari Cantor dan teori tipe dari Russel sehingga tidak dapat dijadikan pondasi yang kokoh dalam matematika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar