FILSAFAT MATEMATIKA
Oleh
: MUHAMMAD SUHADAK,S.Pd
Karakteristik filsafat adalah berfikir
kritis dan berfikir sampai keakar – akarnya ( radiks ). Karakteristik ini
menyebabkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan matematika pada khususnya
berkembang dengan pesat. Teori yang baru dan pengembangan teori yang sudah ada
adalah salah satu bentuk hasil dari berfilsafat. Berfilsafat tidak akan percaya
dengan begitu saja dengan pendapat atau teori yang berkembang karena itu
identik dengan percaya pada mitos. Ketidakpercayaan pada mitos mengakibatkan
muncul rasa ingin tahu ( curiosity ) melalui penyelidikan dan penelaaan secara
ilmiah. Hasilnya timbul teori ( pendapat ) yang membantah teori ( pendapat )
sebelumnya. Bantahan ini tidak hanya berarti meniadakan teori ( pendapat )
sebelumnya tetapi bisa mengembangkan bahkan membangun paradigma yang baru.
Paradigma seperti di atas juga
berkorelasi dengan perkembangan matematika, Ketika Euclid melakukan suatu
revolusi dalam bidang geometri dengan bukunya 13 jilid Elemen, maka matematika
akan mandeg sampai disini jika karakteristik berfilsafat (sifat kritis dan rasa
curiosity ) tidak menjadi pola pikir ahli matematika. Berabad – abad buku
elemen ini menjadi rujukan ( pedoman ) dalam matematika, hingga pada tahun 1950
timbul pemikiran yang menyangkal atau membantah salah satu postulatnya.
Postulat tersebut adalah dua garis lurus
dipotong garis lurus lainnya sehingga sudut sepihak 1800 maka garis
tersebut sejajar. Postulat ini bertentang dengan kenyataan pada garis bujur
dan garis lintang di katulistiwa. Meskipun disangkal atau dibantah bukan
berarti geometri Euclid tidak benar, karena Euclid ini tetap benar jika
semestanya bidang tidak ruang. Hasil dari bantahan tersebut muncullah geomatri
modern ( non Euclid ) diantaranya : hiperbola, ellips dst . Geomteri Euclid
juga kontradiksi dengan toeri kenal dari Gestald yang merupakan konsep dari
matematika. Geomatri Euclid memulai dengan aksioma dan definsi unsur ( khusus )
lalu dari yang unsur tersebut digunakan untuk mempelajari yang lebih umum (
induksi ). Ini berbeda dengan konsep matematika ( teori Gestald ) yang
mempelajari dari yang umum ke hal yang khusus ( deduksi )
Persoalan besar dalam berfilsafat
matematika hingga kini adalah pertentangan tentang letak obyek matematika
apakah di dalam atau diluar pikiran. Aliran yang beranggapan bahwa matematika
berada di dalam pikiran terinsipirasi pendapat Plato sedang yang berada diluar
pikiran terinspirasi pendapat Aristoteles. Matematika Plato adalah Pure Mathematic
membentuk aliran rasionalisme. Aliran ini menjadi trade mark dari pendidikan
matematika di Indonesia dewasa ini. Aliran ini yang menyatakan tiada
pengetahuan tanpa rasio, semua obyek matematika tetap, absolut dan ideal.
Penganut aliran ini diantaranya Rene Descartes ( Skeptisme ) yang meragukan
segala hal.Antitesis dari rasionalisme adalah empirisme yang merujuk pada
pendapat Aristoteles yang beranggapan obyek matematika berada di luar pikiran.
Ini berdasar pada kenyataan bahwa ada matematika yang diperoleh di pengalaman,
seperti matemtika di era Babylonia, Mesopotamia dan Mesir. Eempirisme ini
berdasar pada pendapat Heraklitos. Penganut empirisme diantaranya : Diphontium
dan Barkeley dengan empirisme ekstrimnya. Kedua aliran tersebut disintesa oleh
Imanuel Kant menjadi suatu ilmu yaitu Sintesis Apriori. Menurut Kant Ilmu itu
adalah sintesa rasio ( apriori ) yang bersifat analitik dan empiris (
aposteriori ) yang bersifat sintetik.
Pertanyaan :
1.
Apakah para filsuf yang berpedoman pada matematika atau matematikawan yang
berfilsafat ?
2.
Apa kelemahan dari teori himpunan dari Cantor dan teori tipe dari Russel
sehingga tidak dapat dijadikan pondasi yang kokoh dalam matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar